Karolin, Dokter yang Tak Suka Berpangku Tangan


Setiap kali turun ke lapangan dan menggelar pengobataan massal gratis, Karolin Margret Natasa tak pernah hanya duduk menyaksikan. Dia tak mau berpangku tangan menyaksikan anggota timnya bekerja.

“Saya sendiri ikut memeriksa pasien, dan kalau ada bagian lain yang keteteran karena banyaknya antrean, saya bergabung ke sana membantu. Begitu agak berkurang antrean, saya pindah ke titik yang ramai,” kata Karolin.

Latarnya sebagai seorang dokter tak pernah hilang meski sekarang dia terjun di dunia politik. Diakuinya, meski mungkin secara teknis dia sudah tak lagi mengikuti perkembangan ilmu kedokteran, namun skill dasar itu sudah tetanam di dalam hati sanubarinya.

“Dalam sekali pengobatan gratis di kampong-kampung, pasien yang datang bisa seribuan. Saya selalu membawa lima sampai enam dokter, ditambah saya sendiri ikut memeriksa dan memberi obat,” tutur lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Atma Jaya Jakarta ini.

Pencitraan? Mungkin bisa saja orang menilai begitu. Tetapi Karolin membuktikan, bhakti sosial yang dilakukan bertujuan membantu masyarakat yang selama ini mengalami keterbatasan ases fasilitas kesehatan.

Maka tak heran, nalurinya sebagai seorng dokter tak lekang dilindas pilihanya menjadi politisi. Dia memeriksa pasien dengan seksama. Tak segan memeriksa tubuh pasien yang terkena penyakit koreng, misalnya. (*)

No comments